 Mulai
 tahun ini ada dua skema yang akan dilakukan Kementerian Pendidikan dan 
Kebudayaan untuk mengukur profesionalisme guru, yaitu secara akademis 
dan non-akademis. Pengukuran akademis dilakukan dengan rutin 
menyelenggarakan uji kompetensi guru (UKG) setiap tahun, dan pengukuran 
non-akademis dengan melakukan penilaian terhadap kinerja guru.
Mulai
 tahun ini ada dua skema yang akan dilakukan Kementerian Pendidikan dan 
Kebudayaan untuk mengukur profesionalisme guru, yaitu secara akademis 
dan non-akademis. Pengukuran akademis dilakukan dengan rutin 
menyelenggarakan uji kompetensi guru (UKG) setiap tahun, dan pengukuran 
non-akademis dengan melakukan penilaian terhadap kinerja guru.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Sumarna Supranata 
mengatakan, mulai tahun ini semua guru baik yang ada di bawah 
Kemendikbud maupun Kemenag akan menjalani UKG. Sebelumnya, UKG hanya 
dilakukan kepada guru yang telah tersertifikasi atau akan disertifikasi.
 "Di bawah Ditjen GTK kita akan melakukan tes UKG ke seluruh guru 
termasuk 318 ribu guru yang ada di Kemenag. Jadi ada 3,8 juta guru yang 
akan diuji mulai tahun ini untuk tahu potret kompetensinya," kata 
Pranata di Kantor Kemendikbud, Rabu (5/08/2015).
Pranata mengatakan, UKG harus dilakukan secara rutin karena ada target 
yang harus dicapai. Di 2019 mendatang, kata dia, rata-rata nilai UKG 
harus mencapai angka delapan. Target tersebut tercantum dalam Rencana 
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) mengenai guru yang terdiri 
atas tiga poin. Pertama, meningkatkan profesionalisme, kualitas, dan 
akuntabilitas GTK; kedua, meningkatkan kualitas LPTK; dan ketiga, 
meningkatkan pengelolaan dan penempatan guru.
Sedangkan untuk pengukuran non-akademis yang dilakukan dengan cara 
menilai kinerja guru, Pranata menjelaskan, pihaknya sedang melakukan 
riviu terhadap mekanisme penilaian terasebut. Yang diukur dalam 
penilaian kinerja guru adalah keterampilan, kehadiran dan motivasi. 
Penilaian kinerja guru selama ini dilakukan oleh atasan langsung guru 
yaitu kepala sekolah atau pengawas. Penilaian model tersebut, kata 
Pranata bersifat subjektif. Untuk itu diperlukan pihak luar yang juga 
ikut menilai. 
"Sekarang ini disinyalir kompetensinya memble tapi kinerjanya bagus. 
Kinerjanya baik atau baik sekali, itu kan subjektif. Oleh karena itu 
kita akan riviu. Supaya ada pihak lain yang eksternal yang menilai," 
tuturnya.
Pranata mengatakan, dalam mekanisme yang sedang disiapkan ini, pihak 
luar yang bisa ikut menilai di antaranya adalah komite sekolah, 
masyarakat, bisa juga siswa yang menilai guru secara objektif. 
Harapannya, penilaian terhadap kinerja guru ini akan mendapatan potret 
yang lebih baik. 
Pranata menerangkan, guru profesional artinya guru mengampu bidang yang
 sesuai dengan kompetensinya. Sosok guru yang profesional tersebut, 
tuturnya, memiliki kemampuan pedagogik, sosial, dan kepribadian bangsa. 
Kepribadian bangsa yang dimaksud adalah pribadi yang sesuai dengan visi 
misi kebangsaan.
Ke depan, kata dia, profesionalisme guru  harus menjadi demand atau 
keinginan. Sebagai regulator, pemerintah pusat akan menyiapkan berbagai 
bentuk pelatihan dan peningkatan kompetensi guru yang bisa dilakukan 
secara mandiri maupun kelompok. Pembiayaannya bisa dari negara, 
pemerintah daerah, atau oleh CSR perusahaan. (http://kemdikbud.go.id/)
 
Post a Comment